Monday, May 20, 2013

Sebenarnya Daging Qurban Untuk Siapa?

Sebenarnya Daging Qurban Untuk Siapa - Makpono.com -  Saudara seiman seakidah, Assalamualaikum wr.wb.
‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha datang berulang setiap tahun. Diantara banyak pesan yang dibawa adalah pertanda umur kita kian lanjut jua. ‘Idul Adha mengingatkan semua muslim yang mampu bahwa saatnya untuk berqurban akan segera tiba.

Informasi pendek ini sengaja dibuat untuk sekedar “mengingatkan” kembali kita semua terutama bagi orang yang bertugas untuk mengurusi Qurban baik itu Penerima Daging Qurban maupun orang berQurban itu sendiri. Sering kita perhatikan dalam berita tayangan televisi di banyak tempat dari tahun ke tahun, kita telah keliru dalam melaksanakan qurban. Daging qurban yang telah diurusi selanjutnya dibagikan secara merata, seakan-akan ada Pemerataan Makan Daging Tahunan (PEMADAT). Hampir seisi kampung dapat pembagian daging, yang uniknya lagi hampir sebagian banyak penerima daging sebetulnya bukan orang yang termasuk pakir miskin, seperti pengusaha,pejabat,pengusaha dan lainnya yang bahkan sebenarnya mereka sangat mampu untuk berqurban.
Dalam pembagian Qurban ada oknum oknum tertentu yang mendapatkan bagian daging Qurban yang isinya istimewa seperti bagian isi hati ataupun bagian daging lainnya yang enak dimakan.

Disini penulis pernah mengetahui di beberapa tempat yang ada di Indonesia , daging qurban yang seharusnya milik fakir miskin yang beragama muslim ini malah dibagikan pula kepada non-muslim oleh segelintir panitia Qurban. Luar biasa, fiqih darurat dimanfaatkan, seakan akan sudah tidak ada lagi para fakir miskin yang beragama muslim yang belum kebagian daging Qurban.

Padahal, selain fakir miskin muslim dan yang berqurban itu sendiri, tidak ada yang berhak memakannya, walau sekalipun orang tersebut adalah Panitia Qurban yang selama ini mengurusinya, Ustad/Ulama, Guru Mengaji, Imam Mesjid, Orang Tua Kampung, serta Tuan-tuanyang hidupnya masih berkecukupan lainnya, dsb. Jangan terkejut, kalau daging qurban juga bukan untuk anak yatim yang kehidupannya menjadi tanggung jawab kita semua. Mereka boleh mendapat jatah HANYA bila mereka termasuk kategori fakir miskin. Demikian juga orang orang yang turut serta mencincang/menjagal ternak qurban, mereka seharusnya diberi upah oleh orang yang berqurban. Mereka yang turut serta andil dalam pemotongan daging Qurban tidak berhak untuk mendapatkan jatah daging, kecuali jika kebetulan mereka juga termasuk orang fakir miskin. Itulah yang sering kita lewatkan seharusnya orang yang berqurban membayar biaya lebih kepada Panitia Qurban untuk biaya operasional dan pelaksanaan pemotongan ternak, termasuk pemeliharaan ternak qurban pada saat menjelang hari penyembelihan.

Bahkan sebagian panitia “mengarang” alasan bahwa jatah itu untuk memancing supaya mereka berqurban pula nanti. Masya Allah! Apakah pasti semua Panitia yang tukang mancing yang biasanya mengambil jatah ini sudah ikut berqurban?

Mari kita berpikir lagi secara logis bahwa sudah sangat jelas daging qurban hukum syari’atnya untuk siapa, dan sama sekali bukan “umpan pancing”. Semua bagian yang bisa dimakan serta diuangkan termasuk kaki dan kulit ternak qurban, Hanya milik fakir miskin. Hal ini adalah harga mati, tidak bisa kita ubah lagi.

Tidak ada dalil satupun yang menyebutkan bahwa kepala,kaki atau kulit ternak qurban boleh di ambil oleh tukang jagal dan potong ternaknya ataupun disisakan untuk diantar kepada direktur atau ketua pesantren tertentu atau siapa saja yang bukan termasuk pakir miskin. Tidak ada istilah kalau diambil sedikit boleh-boleh saja. Semuanya hk atau milik fakir miskin, hanya untuk fakir miskin ! .

Saudaraku. Jangan lagi hak si Fakir Miskin ini dipakai untuk pancing-memancing orang orang yang hatinya beku dan memiliki iman yang lemah, orang yang mampu untuk berqurban tetapi enggan berqurban dan bahkan menerima daging qurban setiap tahun. Kalau kita mau memancing, marilah kita tunjukkan kepada Allah dan semua umatnya dengan teladan dan menghimbau mereka dengan baik dan benar. Semoga si Mampu yang selama ini sering menerima dan mendapatkan jatah daging qurban tetapi tidak berqurban hanya karena tidak tahu, bisa terbebas dari dosa. Insya Allah. Dan semoga bacaan pendek ini bisa menyadarkannya kembali.

Ayat-ayat berikut sudah sangat begitu jelas dan tidak ada yang patut diragukan lagi. “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu: dan berqurbanlah”. (Q.S Al Kautsar : 1-2). Kemudian penggalan ayat Al Hajj 28 berikut begitu tegas dan jelas berbunyi: “ … maka makanlah sebahagian dari padanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” Sebagian orang membela diri dengan penggalan ayat Al Hajj 36 berikut sehingga terjadilah pemerataan jatah atau bungkusan daging yang penulis sebut “PEMADAT” diatas.

“…Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta …”.
Tidak ada ayat-ayat suci di dalam Al Qur’an yang bertentangan satu sama lain. Kalau pengertiannya tidak berdiri sendiri, maka pastilah ayat-ayat tersebut saling melengkapi serta saling menjelaskan dengan ayat ayat lain jelas terkandung dalam Al-Quran.

Demikian pula dengan ayat-ayat di atas, terutama Al Hajj 28 dan Al Hajj 36. Orang yang rela (tidak meminta) dan orang yang meminta dalam ayat Al Hajj 36 seharusnya ditafsirkan sebagai orang-orang dari kalangan fakir miskin juga, supaya tidak bertentangan dengan makna dari ayat Al Hajj 28. Mereka bukanlah saudara atau sahabat kental yang sebenarnya sangat mampu berqurban.

Mari kita ingat bahwa tidak boleh ada satu haditspun yang bertentangan dengan Firman Allah. Kalau ada, pastilah hadits palsu. Saudaraku seakidah yang tercinta. Jangan pernah lagi kita membuat Si Kenyang tambah kenyang, bila karenanya kita telah merampok hak dari orang-orang fakir dan miskin. Demikian juga, jangan suapi keluarga kita dengan rezeki yang bukan hak, karena akibatnya sangat perih. Melanggar ayat Al Qur’an hukumnya jelas, yaitu haram !. Na’uzubillahiminzalik, Kalau masih ada juga petugas yang mengirim daging qurban kerumah anda, padahal anda bukan seorang fakir miskin dan tidak pula berqurban; maka tolaklah menggunakan kata kata yang baik, katakanlah bahwa anda tidak berhak menerima jatah daging qurban.

Mintalah kepada petugas bahwa daging qurban itu diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya. Atau silakan terima dagingnya untuk menolong dan memberikannya segera kepada fakir miskin yang anda ketahui paling layak menerimanya daging qurban.

Marilah bersama-sama kita bertekad untuk selanjutnya tidak mengulangi lagi kekeliruan di masa lalu (bila ada) dan mari kita bertekad untuk memberi jatah daging qurban kepada orang-orang yang memang berhak menerimanya (fakir miskin). Kalau seandainya daging qurban ternyata berlebih, tiada salahnya melebihkan jatah daging qurban untuk mereka. Kalau seandainya sudah tidak ada lagi fakir miskin di lingkungan kita, tetaplah berqurban dan bagikan kepada fakir miskin di tempat lain. Mereka pasti ada di mana-mana, sekalipun dinegeri Saudi yang kaya raya.

Berqurban itu adalah kewajiban UNTUK perorangan YANG MAMPU, bukan atas nama Institusi, Persatuan Kampung, Partai, Yayasan, dll. Kalau mereka mau memotong ternak untuk makan bersama dan/atau dibagi-bagikan kepada anggota dan juga fakir miskin, silakan lakukan terus kebiasaan terpuji ini, selama sifatnya bukan riya. Tapi harus diingat bahwa berqurban mengatas namakan institusi,partai,yayasan dll , status penyembelihan itu BUKANLAH BERQURBAN.

Semoga Allah melimpahkan pahala yang banyak kepada pelaksananya. Marilah kita saling mengingatkan dalam menggali hikmah serta daya guna yang kaya tersimpan di balik hukum syari’at ini dan juga hukum-hukum syari’at manapun lainnya secara maksimal sesuai dibatas kemampuan kita masing-masing. Lebih kurang mohon diperbanyak maaf. Bila ada yang perlu kita bicarakan, dengan lapang hati dalam ilmu yang sangat terbatas penulis siap dihubungi di email yusuf_mahmud@yahoo.co.id Semoga Allah senantiasa menunjukkan kita semua ke jalan lurus kepada kita. Aamiin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

M.Yusuf Mahmud

No comments:

Post a Comment